Dalam sesi training, ketika ditanya apa cita-citamu? Ada anak muda yang menjawab ingin bermanfaat bagi nusa dan bangsa. Dalam hal apa? Tidak jelas. Ketika ditanya ke depan mau bekerja sebagai apa? Ada yang jawab mau jadi entrepreneur. Tapi tidak tahu mau di bidang apa. Banyak kelas 12 SMA, tidak tahu mau jadi apa. Pilih jurusan karena disuruh orang tua atau ikut teman.
Seorang muda usia 23 tahun mengundurkan diri dari pekerjaan karena tidak tahan dengan “tekanan”. Pekerjaan banyak, sering pulang malam dan dimarahi atasan. Dia akhirnya menganggur dan jadi beban orang tuanya. Ayah ibunya sibuk bantu cari pekerjaan, sementara anaknya terlihat santai saja.
Saya pernah terlibat dalam proses “pengurangan karyawan” di berbagai perusahaan, baik sebagai wakil karyawan ataupun bagian dari management. Situasi seperti itu pahit dan tidak dikehendaki para pihak. Tapi situasi menuntut demikian dan dicari solusi yang terbaik dan sesuai aturan.
Kali ini saya ingin menyorot dari sudut pandang karyawan. Mengapa terjadi pengurangan dan bagaimana kita antisipasinya?
Banyak orang memilih diam karena cari aman dalam pekerjaan. Mereka takut dengan pengalaman diri sendiri atau orang lain, terkena susah akibat memberikan satu pendapat, usulan atau kritik. Mereka membiarkan hal yang tidak benar, boros, berpotensi kecelakaan, dan sebagainya terus berlangsung. Karena nanti bisa ‘kena batunya” kalau bicara, maka lebih baik diam saja. Jadi manusia “YES MAN”, asal bapak/ibu senang, pasif dan terserah.